Saturday, April 20, 2013

TUGAS SOSIO ANTROPOLOGI PENDIDIKAN => Komentar tentang artikel “UN dan Malpraktik Pendidikan”


Penulis memaparkan bahwa banyak ketimpangan dalam dunia pendidikan nasional di Indonesia yang dikarenakan peran pemerintah dalam “membereskan masalah pendidikan nasional masih belum tuntas atau terbukti. Salah satu masalah dalam pendidikan nasional adalah UN yang dianggap sebagai alat evaluasi yang menjerumuskan pendidikan ke liang kuburan karena UN merugikan berbagai pihak, selain siswa di sisi lain guru juga merasakan dampak akibatnya. Dengan kebijakan UN yang diambil oleh pemerintah, berakibat guru akan menjadi sasaran “terror” dan “intimidasi” terselubung yang akan mematikan kematangan dan pendewasaan sebagai guru yang berproses dan menimbulkan perspektif negative masyarakat ke guru, sehingga menjadikan guru melakukan berbagai cara untuk menghilangkan citra tersebut dan pada akhirnya memberi contekan adalah salah satu cara yang dilakukan guru.
Dalam artikelnya. Penulis sangat menolak praktik UN dalam sekolah. UN hanya menilai peserta didik dari aspek kognitif saja dan melupakan ranah afektif dan psikomotor padahal aspek tersebut tidaklah kecil menjadi indicator kelulusan. Sehingga lebih baik pendidiklah yang lebih berperan dalam mengambil keputusan kelulusan siswanya seperti dalam UU No 14/2005 dan UU No 20/2003 pasal 58 ayat (1). Faktor lokasi atau daerah juga harus menjadi pertimbangan bahwa UN harus ditolak. Tidak semua daerah memiliki infrastruktur yang mumpuni. Infrastruktur antara daerah satu dengan yang lain tentunya berbeda yang akan menimbulkan kesenjangan pendidikan jika standarisasi nilai UN disamaratakan. Persoalan dana juga patut dibicarakan mengenai UN. Anggaran pendapatan belanja Negara yang harusnya dapat dimanfaatkan untuk course perbaikan kualitas guru, penyediaan infrastruktur, ataupun fasilitas lainnya dana tersebut habis untuk UN. Selain itu, alasan UN harus ditiadakan adalah masalah pengangguran. Kaum terdidik tidak sedikit yang menganggur karena yang didapatkan siswa di sekolah sekarang ini hanya mempersiapkan siswa untuk lulus dari UN.
UN selama ini memasung guru sebagai sosok yang terkesan hanya mengurusi pensiasatan soal-soal daripada proses dalam membangun pembelajaran yang bermakna dan memanusiakan. UN hanya mengukur hasil bukan proses, timbul mekanisme sehingga siswa seperti mesin-mesin yang hanya mampu menjawab soal semata. Sekolah melupakan tanggungjawab untuk mengasosiasikan keilmuan siswa dengan kenyataan hidup, dan guru adalah agen yang tepat dalam perubahan tanggung jawab ini.
Guru adalah pekerja budaya yang tidak hanya menjadi tenaga pengajar yang memberi instruksi kepada anak didik. Kondisi guru sangat perlu diperhatikan, karena guru mempengaruhi semua aspek di dalam pendidikan. Pendidikan tidak hanya berupa pembahasan pada buku ajar semata, lebih dari itu sebagaimana guru mampu memberi kompetensi nyata dan ide-ide untuk membahas persoalan yang mendera bangsa ini.
Sudah saatnya pemerintah memfasilitasi sekolah sehingga dapat mendukung kemampuan sekolah untuk meningkatkan dan membangun life skill dengan berbagai kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk masa depan siswa sehingga ketika mereka lulus setidaknya mempunyai nilai jual yang dapat dijadikan sumber penghasilan. Dan guru sangat berperan besar dalam prosesnya. Konsekuesinya, guru tak cukup dipuji dengan dictum usang, “guru tanpa tanda jasa”, karena guru juga manusia, maka guru perlu berdaya dan sejahtera.
Menurut saya, artikel tersebut sangat bagus untuk masukan terhadap pemerintah mengenai praktik Ujian Nasional (UN) di sekolah. Karena berbagai alasan di atas, UN sepenuhnya belum memberikan dampak positif terhadap pendidikan di Indonesia. Selebihnya banyak dampak negative yang harus dihadapi selain siswa juga guru. Guru merupakan agen yang sangat berperan dalam proses pendidikan yang dihadapkan dengan permasalahan di lapangan kenyataan. Dan gurulah yang berperan dalam menentukan kelulusan siswa di sekolah, bukan UN yang menentukan, karena UN sendiri hanya mampu menilai dari segi kognitif saja sedangkan ranah afektif dan psikomotor juga tidak sedikit dalam penentu kelulusan siswa dalam sekolah. Dengan begitu, guru perlu pemberdayaan dan peningkatan kesejahteraan agar tugas atau kewajiban sebagai agen perubahan dunia pendidikan dapat terrealisasikan sesuai dengan kenyataan di lapangan. 

2 comments: