1. Hadiyati
Mutmainah (10520244002/F)
2. Aditia
Nurjaman (10520244007/F)
3. Rizky
Palmina Maharani (10520244013/F)
4. Dayan
Ramly Ramadhan (10520244019/F)
5. Neutrina
Nilamsari (10520244024/F)
6. Tika
Novita Sari (10520244030/F)
7. Dian
Puspitasari (10520244035/F)
|
Nama
:
Program
Studi : Pendidikan Teknik Informatika
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Batas-batas
wilayah sering kali menimbulkan konflik jika penentuan batas tersebut tidak
dibuat dengan ketentuan yang benar juga tidak saling berkoordinasi dengan
Negara lain yang langsung menjadi batas wilayah Negara. Sebagai contoh yaitu
Negara Filipina. Wilayah yang
langsung berbatasan dengan Negara Filipina berada di sekitar pulau Sulawesi.
Cakupan pulau Sulawesi meliputi pulau-pulau di sekitarnya pula. Yang menjadi masalah batas wilayah tersebut yaitu pulau kecil
yang bernama pulau Miangas. Pulau tersebut menjadi objek yang
diperebutkan dua negara yaitu Indonesia dan Filipina. Berdasarkan permasalahan
itulah kami ingin mengetahui lebih jauh mengenai sengketa perebutan Pulau
Miangas tersebut.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
latar belakang terjadinya konflik Indonesia dengan Filipina mengenai pulau
Miangas?
2.
Bagaimana strategi pemerintah
Indonesia dalam mempertahankan pulau Miangas?
3. Apakah
benar Pulau Miangas itu dimiliki oleh Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kedudukan Pulau Miangas
Republik
Indonesia adalah Negara
kepulauan berwawasan nusantara, sehingga batas wilayah di laut harus mengacu
pada UNCLOS (United Nations Convension on the Law of the Sea) 82/ HUKLA
(Hukum laut) 82 yang kemudian diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985. Indonesia
memiliki sekitar 17.506 buah
pulau dan 2/3 wilayahnya berupa lautan. (http://nasional.vivanews.com/news/read/29930menlu__ada_masalah_batas_indonesia_filipina tanggal akses 13 Maret
2011, pukul 19.42)
Secara geografis, posisi Pulau Miangas
berada di 5° 34' 02'' Lintang Utara dan 126° 34' 54'' Bujur Timur terdapat pada
TD No. 056 dan TR No. 056, telah terdaftar di Perserikatan Bangsa-Bangsa
sebagai pulau terluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan merupakan
milik sah Pemerintah Republik Indonesia. (Opini
Juris vol 1 Oktober 2009, halaman 13)
B.
Sejarah Kepemilikan Pulau Miangas
Pada tahun
1928, Amerika sebagai penguasa Filipina dan Belanda sebagai penguasa Indonesia.
Akhirnya pada tanggal 4 April 1928, Pulau Miangas resmi menjadi milik Belanda
dan berkat putusan arbiter intermasional yang benama DR. Max Huber, maka Pulau
Miangas sah ditetapkan menjadi milik Belanda. Sehingga secara otomatis pasca
kemerdekaan Indonesia atas Belanda maka Pulau Miangas resmi menjadi bagian dari
wilayah Indonesia. Namun, berdasarkan peta Spanyol 300 tahun lalu dan traktat
Paris tahun 1898, Pulau Miangas dan Pulau Manoreh merupakan wilayah Filipina,
bahkan masalah ini dengan UU pemerintah Filipina yang baru, kedua pulau ini
telah masuk pada peta pariwisata Filipina. Pemerintah Filipina mengakui
keberadaan pulau Miangas sebagai milikinya berdasarkan traktat Paris tahun 1898,
pada traktat tersebut memuat batas – batas Demarkasi Amerika Serikat setelah
menang perang atas Spanyol yang menjajah Filipina hingga ke Miangas. Traktat
itu sudah dikomunikasikan Amerika Serikat ke Pemerintah Hindia Belanda, tetapi
tidak ada reservasi formal yang diajukan pemerintah Hindia Belanda terhadap
traktat itu.
(http://miangas.multiply.com/journal/item/97/Konflik_Perbatasan_di_Wilayah_Perariran_NKRI, tanggal akses 3 Maret 2011, pukul
21.30)
C.
Legalitas Kepemilikan Pulau Miangas
1. Dalam
hukum internasional dikenal istilah “uti possidetis juris” atau wilayah suatu negara mengikuti wilayah
kekuasaan penjajah atau pendahulunya. Berdasarkan prinsip hukum
internasional tersebut maka Indonesia mewarisi wilayah nusantara yang sama
dengan yang dikuasai oleh Belanda. Ini berarti termasuk Pulau Miangas. Kepemilikan Belanda atas pulau
Miangas ditetapkan oleh Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag pada
tanggal 4 April 1928. Keputusan tersebut mengakhiri sengketa antara Belanda
dengan Amerika Serikat terkait kepemilikan sah pulau Miangas. Keputusan ini pulalah yang menjadi
dasar hukum bahwa Miangas adalah milik Indonesia, sebagai penerus dari
penguasaan Belanda di wilayah nusantara. Dengan adanya dasar hukum
internasional yang kuat ini maka tindakan fisik negara lain seperti kunjungan, aktivitas
bisnis, memasukkan dalam peta dan sejenisnya, tidak akan berarti apa-apa terhadap
status kedaulatan Indonesia atas Pulau Miangas.
2. Klaim kepemilikan Indonesia atas Miangas
telah tercantum dalam Undang-Undang No. 4/Prp/1960,
dan klaim tersebut tidak pernah mendapatkan protes dari negara manapun,
termasuk Filipina.
3. Penegasan kepemilikan atas Miangas lebih
lanjut dinyatakan dalam Protokol Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Filipina mengenai
Definisi Wilayah Indonesia. Protokol perjanjian
yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Adam Malik dan
Menteri Luar Negeri Filipina, Carlos P. Romulo pada tanggal 10 Februari 1976
tersebut menegaskan bahwa “Indonesia
adalah pemilik tunggal dari pulau yang dikenal dengan nama Pulau Miangas atau
Las Palmas sebagai hasil putusan Mahkamah Arbitrase Internasional pada tanggal
4 April 1928”. (Opini Juris vol 1
Oktober 2009, halaman 13 dan 14)
D.
Sengketa Indonesia-Filipina mengenai Pulau
Miangas
Sengketa perebutan Pulau Miangas antara Indonesia dengan
Filipina telah ada pada tahun 1979. Akan tetapi sesungguhnya, perebutan
wilayah Pulau Miangas sudah ada sejak sebelum adanya Indonesia dengan Filipina.
Sengketa Indonesia dengan Filipina adalah perairan laut antara Pulau Miangas
(Indonesia) dengan pantai Mindanao (Filipina). Disamping itu letak Pulau
Miangas (Indonesia) di dekat perairan Filipina, dimana kepemilikan Pulau
Miangas oleh Indonesia berdasarkan perundingan anatara Amreika Serikat dan
Hindia Belanda diatas kapal
Greenphil tanggal 4 April 1928 berkat keputusan arbiter internasional
yang bernama DR. Max Huber, memutuskan pulau Miangas masuk ke wilayah kekuasan
Hindia Belanda karena persamaan budaya dengan masyarakat Taulud. Semakin
dipertegas diresmikannya tugu perbatasan antara Indonesia dengan Filipina di
tahun 1955, dimana Miangas berada di wilayah Indonesia.
Dalam
beberapa kesempatan perundingan bilateral Indonesia-Filipina sering muncul
argumentasi yang mempertanyakan kembali status Pulau Miangas. Filipina masih
menggunakan dalil bahwa La
Palmas, masuk dalam posisi kotak berdasarkan Traktat Paris 1898 dan hal ini dikuatkan
dengan ditemukannya Pardao
(tugu peringatan) pendaratan Magelhaens di pulu pada tahun 1512. Di
samping itu, konstitusi Filipina masih menyebutkan Las Palmas dalam yuridiksi
dan kedaulatannya. Argumentasi
di atas dapat ditepis pemerintah RI berdasarkan penetapan batas wilayah
“Kerajaan Kepulauan Talaud” yang menjadi bagian dan tradisi masyarakat
setempat. Secara historis, pengakuan batas wilayah Kerajaan Talaud telah terjadi sejak kepulauan Talaud
dan Filipina bagian selatan berada di bawah pengaruh dari Kerajaan Tidore.
Bersamaan
argumen di atas, langkah pemindahan sebagian penduduk dan dilanjutkan dengan
pembangunan gereja serta pendirian Jemaat Kristen Protestan sebagai bagian dari
GMIST (Gereja Masehi Injili Sangihe dan Talaud) merupakan hal yang berguna bagi
status Pulau Miangas. Karena ini dianggap sebagai tindakan aktif yang
menghadirkan institusi gereja di pulau ini. Bahkan tercatat wilayah pelayanan
gereja (GMIST) mencakup Filipina bagian selatan. Klaim politis atas Pulau
Miangas, Marore dan Marampit Secara geografis, letak Miangas dan beberapa pulau
lainnya di Sangihe Talaud
seperti Kawio, Marampit dan Marore memang jauh dari pusat pemerintahan
RI dan lebih dekat dengan Filipina. Karena itu, tak mengherankan jika penduduk
Miangas lebih intens berhubungan dengan masyarakat Filipina. Apalagi sebagian
kebutuhan masyarakat didatangkan dari Filipina.
Pada dekade 1960 hingga 1970-an, hubungan antara Miangas dan
Filipina semakin intens seiring dengan adanya kesepakatan tentang batas antara
kedua negara. Ironisnya, intensitas hubungan kedua negara tidak mempengaruhi
kesadaran nasional warga kepulauan tersebut. Masyarakat setempat lebih mengenal
pejabat Filipina ketimbang Indonesia. Hal ini terungkap ketika pada awal
1970-an sejumlah pejabat pemerintah pusat yang menyertai kunjungan Wakil
Presiden Sri Sultan Hamengku Buwono IX ke wilayah perbatasan, melihat potret
Presiden Filipina Ferdinand Marcos menghiasi rumah penduduk. Mulai saat itu
pula, kehidupan masyarakat perbatasan
di Kabupaten Sangihe-Talaud mendapat perhatian lebih dari pemerintah, antara
lain dengan membuka jaringan pelayaran perintis ke pulau-pulau terpencil. Betapapun
keterpencilan membuahkan penderitaan bagi masyarakat pulau-pulau perbatasan
namun mereka tetap merasa sebagai bagian dari bangsa Indonesia, setidaknya
dalam pendidikan mereka konsisten berkiblat ke Indonesia. Fenomena ini tentu
positif bagi keutuhan bangsa dan negara RI.
Menurut catatan, pada tanggal 4 April 1928 di atas kapal
putih Greenphil perundingan antara pemerintah Amerika dan Hindia Belanda telah
memutuskan Pulau Miangas termasuk dalam wilayah kepulauan Nusantara Indonesia
sebab ciri budayanya sama
dengan masyarakat Talaud. Setelah proklamasi Negara Kesatuan Republik
Indonesia tanggal 17 Agustus secara tegas dinyatakan bahwa NKRI adalah dari Pulau Sabang sampai
Merauke dan dari Pulau Miangas
sampai Timur-Kupang. Hal itu lebih dipertegas lagi dengan diresmikannya
tugu perbatasan antara
Indonesia dengan Filipina pada tahun 1955 di Pulau Miangas, dimana
Miangas tetap berada dalam wilayah Indonesia. (http://miangas.multiply.com/journal/item/97/Konflik_Perbatasan_di_Wilayah_Perariran_NKRI, 8 Maret 2011, 15.30)
E.
Strategi Pemerintah Indonesia mempertahankan
Pulau Miangas
Berdasarkan pertimbangan di
atas maka pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau
Kecil Terluar. Adapun prinsip pengelolaan pulau-pulau kecil terluar
adalah, wawasan nusantara,
berkelanjutan dan berbasis masyarakat. (Widiyanta, Danar.2007.Upaya Mempertahankan dan Memberdayakan
Pulau-pulau Terluar di Indonesia Pasca Lepasnya Sipadan dan Ligitan(2002-2007),
halaman 10)
Dalam rangka memberdayakan pulau-pulau
terluar Indonesia, pemerintah telah mengambil langkah-langkah taktis meliputi tiga aspek yaitu aspek kelembagaan, aspek
yuridis dan aspek program. Untuk menangani masalah-masalah perbatasan
umumnya dan pulau-pulau terluar khususnya agar lebih efektif dan optimal
pemerintah telah membentuk Tim
Koordinasi Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar. Tim Koordinasi
mempunyai tugas untuk mengkoordinasikan
dan merekomendasikan penetapan rencana dan pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar.
Tim Juga bertugas melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil
terluar. (Widiyanta,
Danar.2007.Upaya Mempertahankan dan Memberdayakan Pulau-pulau Terluar di
Indonesia Pasca Lepasnya Sipadan dan Ligitan(2002-2007), halaman 13)
Menanggapi
gencarnya ungkapan kekhawatiran masyarakat, beberapa instansi pemerintah
terkait berupaya meredam kemungkinan meluasnya dampak berlebihan tersebut dan
meyakinkan masyarakat bahwa “effective occupation”telah dilakukan di
Pulau Miangas. Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI
Agustadi Sasongko menyatakan bahwa TNI telah melakukan beberapa pembangunan pos
dan fasilitas pengamanan di Pulau Miangas. Sementara itu, Direktorat Jenderal
Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil telah mengupayakan pengembangan
infrastruktur pulau tersebut, seperti pembangunan lapangan terbang, dan
mengupayakan pelayaran yang dilakukan oleh PT. Pelni secara rutin.
Gencarnya pembangunan infrastruktur di
pulau tersebut dan penegasan kepemilikan Indonesia atas Pulau Miangas
ditenggarai oleh kekhawatiran akan kehilangan satu lagi pulau dalam gugusan
kepulauan nusantara ke tangan negara lain. Tampaknya trauma Sipadan Ligitan
cukup membuat semua pihak merasa berkepentingan dalam mempertahankan pulau
Miangas ini. (Opini Juris vol 1 Oktober
2009, halaman 12)
BAB
III
KESIMPULAN DAN SOLUSI
A.
Kesimpulan
1.
Latar belakang
terjadinya konflik Indonesia dengan Filipina mengenai pulau Miangas yaitu dalam beberapa kesempatan
perundingan bilateral Indonesia-Filipina sering muncul argumentasi yang
mempertanyakan kembali status Pulau Miangas. Filipina masih menggunakan dalil bahwa La Palmas, masuk dalam
posisi kotak berdasarkan Traktat Paris 1898 dan hal ini dikuatkan dengan
ditemukannya Pardao (tugu peringatan) pendaratan Magelhaens di pulu pada tahun
1512.
2.
Strategi yang dilakukan pemerintah
Indonesia dalam mempertahankan pulau Miangas antara lain pemerintah telah menetapkan
Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil
Terluar, pemerintah telah mengambil langkah-langkah taktis meliputi tiga
aspek yaitu aspek kelembagaan, aspek yuridis dan aspek program. Untuk menangani
masalah-masalah perbatasan umumnya dan pulau-pulau terluar khususnya agar lebih
efektif dan optimal pemerintah telah membentuk Tim Koordinasi Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar
dalam rangka memberdayakan
pulau-pulau terluar Indonesia, pemerintah juga telah melakukan beberapa
pembangunan pos dan fasilitas pengamanan di Pulau Miangas, serta telah
mengupayakan pembangunan infratrukstrur di pulau tersebut.
3. Pulau
Miangas adalah milik Indonesia didukung dengan bukti bahwa berdasarkan letak
geografis, posisi Pulau Miangas berada di 5° 34' 02'' Lintang Utara dan 126°
34' 54'' Bujur Timur terdapat pada TD No. 056 dan TR No. 056, telah terdaftar
di Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai pulau terluar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan merupakan milik sah Pemerintah Republik Indonesia, serta
berdasarkan Protokol Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Filipina mengenai Definisi
Wilayah Indonesia pada tanggal 10
Februari 1976 tersebut menegaskan bahwa “Indonesia adalah pemilik
tunggal dari pulau yang dikenal dengan nama Pulau Miangas atau Las Palmas
sebagai hasil putusan Mahkamah Arbitrase Internasional pada tanggal 4 April
1928”, serta dikuatkan dengan argumentasi historis-politis dan administratif.
B.
Solusi
Pemerintah Indonesia perlu menegaskan
dan merealisasikan komitmen untuk mempercepat pengembangan pulau-pulau
terluarnya secara komprehensif, melalui berbagai pembangunan fisik dan non
fisik, perbaikan infrastruktur dan mennjadikan pulau-pulau terluar sebagai
beranda nusantara. Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam memberikan jaminan
kehidupan yang lebih baik kepada penduduk Miangas, akan semakin menegaskan dan
mengokohkan klaim atau okupasi kedaulatan negara Indonesia atas Pulau Miangas.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete