Saturday, May 26, 2012

Sengketa Pulau Miangas


1.      Hadiyati Mutmainah          (10520244002/F)
2.      Aditia Nurjaman                (10520244007/F)
3.      Rizky Palmina Maharani    (10520244013/F)
4.      Dayan Ramly Ramadhan   (10520244019/F)
5.      Neutrina Nilamsari             (10520244024/F)
6.      Tika Novita Sari                 (10520244030/F)
7.      Dian Puspitasari                 (10520244035/F)

SENGKETA PULAU MIANGAS
Nama               : 






Program Studi : Pendidikan Teknik Informatika
BAB 1
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
     Batas-batas wilayah sering kali menimbulkan konflik jika penentuan batas tersebut tidak dibuat dengan ketentuan yang benar juga tidak saling berkoordinasi dengan Negara lain yang langsung menjadi batas wilayah Negara. Sebagai contoh yaitu Negara Filipina. Wilayah yang langsung berbatasan dengan Negara Filipina berada di sekitar pulau Sulawesi. Cakupan pulau Sulawesi meliputi pulau-pulau di sekitarnya pula. Yang menjadi masalah batas wilayah tersebut yaitu pulau kecil yang bernama pulau Miangas. Pulau tersebut menjadi objek yang diperebutkan dua negara yaitu Indonesia dan Filipina. Berdasarkan permasalahan itulah kami ingin mengetahui lebih jauh mengenai sengketa perebutan Pulau Miangas tersebut.  
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana latar belakang terjadinya konflik Indonesia dengan Filipina mengenai pulau Miangas?
2.      Bagaimana strategi pemerintah Indonesia dalam mempertahankan pulau Miangas?
3.      Apakah benar Pulau Miangas itu dimiliki oleh Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kedudukan Pulau Miangas
Republik Indonesia adalah Negara kepulauan berwawasan nusantara, sehingga batas wilayah di laut harus mengacu pada UNCLOS (United Nations Convension on the Law of the Sea) 82/ HUKLA (Hukum laut) 82 yang kemudian diratifikasi dengan UU No. 17 Tahun 1985. Indonesia memiliki sekitar 17.506 buah pulau dan 2/3 wilayahnya berupa lautan. (http://nasional.vivanews.com/news/read/29930menlu__ada_masalah_batas_indonesia_filipina tanggal akses 13 Maret 2011, pukul 19.42)
Secara geografis, posisi Pulau Miangas berada di 5° 34' 02'' Lintang Utara dan 126° 34' 54'' Bujur Timur terdapat pada TD No. 056 dan TR No. 056, telah terdaftar di Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai pulau terluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan merupakan milik sah Pemerintah Republik Indonesia. (Opini Juris vol 1 Oktober 2009, halaman 13)
B.     Sejarah Kepemilikan Pulau Miangas
Pada tahun 1928, Amerika sebagai penguasa Filipina dan Belanda sebagai penguasa Indonesia. Akhirnya pada tanggal 4 April 1928, Pulau Miangas resmi menjadi milik Belanda dan berkat putusan arbiter intermasional yang benama DR. Max Huber, maka Pulau Miangas sah ditetapkan menjadi milik Belanda. Sehingga secara otomatis pasca kemerdekaan Indonesia atas Belanda maka Pulau Miangas resmi menjadi bagian dari wilayah Indonesia. Namun, berdasarkan peta Spanyol 300 tahun lalu dan traktat Paris tahun 1898, Pulau Miangas dan Pulau Manoreh merupakan wilayah Filipina, bahkan masalah ini dengan UU pemerintah Filipina yang baru, kedua pulau ini telah masuk pada peta pariwisata Filipina. Pemerintah Filipina mengakui keberadaan pulau Miangas sebagai milikinya berdasarkan traktat Paris tahun 1898, pada traktat tersebut memuat batas – batas Demarkasi Amerika Serikat setelah menang perang atas Spanyol yang menjajah Filipina hingga ke Miangas. Traktat itu sudah dikomunikasikan Amerika Serikat ke Pemerintah Hindia Belanda, tetapi tidak ada reservasi formal yang diajukan pemerintah Hindia Belanda terhadap traktat itu.
C.    Legalitas Kepemilikan Pulau Miangas
1.      Dalam hukum internasional dikenal istilah uti possidetis juris” atau wilayah suatu negara mengikuti wilayah kekuasaan penjajah atau pendahulunya. Berdasarkan prinsip hukum internasional tersebut maka Indonesia mewarisi wilayah nusantara yang sama dengan yang dikuasai oleh Belanda. Ini berarti termasuk Pulau Miangas. Kepemilikan Belanda atas pulau Miangas ditetapkan oleh Mahkamah Arbitrase Internasional di Den Haag pada tanggal 4 April 1928. Keputusan tersebut mengakhiri sengketa antara Belanda dengan Amerika Serikat terkait kepemilikan sah pulau Miangas. Keputusan ini pulalah yang menjadi dasar hukum bahwa Miangas adalah milik Indonesia, sebagai penerus dari penguasaan Belanda di wilayah nusantara. Dengan adanya dasar hukum internasional yang kuat ini maka tindakan fisik negara lain seperti kunjungan, aktivitas bisnis, memasukkan dalam peta dan sejenisnya, tidak akan berarti apa-apa terhadap status kedaulatan Indonesia atas Pulau Miangas.
2.      Klaim kepemilikan Indonesia atas Miangas telah tercantum dalam Undang-Undang No. 4/Prp/1960, dan klaim tersebut tidak pernah mendapatkan protes dari negara manapun, termasuk Filipina.
3.      Penegasan kepemilikan atas Miangas lebih lanjut dinyatakan dalam Protokol Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Filipina mengenai Definisi Wilayah Indonesia. Protokol perjanjian yang ditandatangani oleh Menteri Luar Negeri Republik Indonesia, Adam Malik dan Menteri Luar Negeri Filipina, Carlos P. Romulo pada tanggal 10 Februari 1976 tersebut menegaskan bahwa “Indonesia adalah pemilik tunggal dari pulau yang dikenal dengan nama Pulau Miangas atau Las Palmas sebagai hasil putusan Mahkamah Arbitrase Internasional pada tanggal 4 April 1928”. (Opini Juris vol 1 Oktober 2009, halaman 13 dan 14)
D.    Sengketa Indonesia-Filipina mengenai Pulau Miangas
      Sengketa perebutan Pulau Miangas antara Indonesia dengan Filipina telah ada pada tahun 1979. Akan tetapi sesungguhnya, perebutan wilayah Pulau Miangas sudah ada sejak sebelum adanya Indonesia dengan Filipina. Sengketa Indonesia dengan Filipina adalah perairan laut antara Pulau Miangas (Indonesia) dengan pantai Mindanao (Filipina). Disamping itu letak Pulau Miangas (Indonesia) di dekat perairan Filipina, dimana kepemilikan Pulau Miangas oleh Indonesia berdasarkan perundingan anatara Amreika Serikat dan Hindia Belanda diatas kapal Greenphil tanggal 4 April 1928 berkat keputusan arbiter internasional yang bernama DR. Max Huber, memutuskan pulau Miangas masuk ke wilayah kekuasan Hindia Belanda karena persamaan budaya dengan masyarakat Taulud. Semakin dipertegas diresmikannya tugu perbatasan antara Indonesia dengan Filipina di tahun 1955, dimana Miangas berada di wilayah Indonesia.
Dalam beberapa kesempatan perundingan bilateral Indonesia-Filipina sering muncul argumentasi yang mempertanyakan kembali status Pulau Miangas. Filipina masih menggunakan dalil bahwa La Palmas, masuk dalam posisi kotak berdasarkan Traktat Paris 1898 dan hal ini dikuatkan dengan ditemukannya Pardao (tugu peringatan) pendaratan Magelhaens di pulu pada tahun 1512. Di samping itu, konstitusi Filipina masih menyebutkan Las Palmas dalam yuridiksi dan kedaulatannya. Argumentasi di atas dapat ditepis pemerintah RI berdasarkan penetapan batas wilayah “Kerajaan Kepulauan Talaud” yang menjadi bagian dan tradisi masyarakat setempat. Secara historis, pengakuan batas wilayah Kerajaan Talaud telah terjadi sejak kepulauan Talaud dan Filipina bagian selatan berada di bawah pengaruh dari Kerajaan Tidore.
Bersamaan argumen di atas, langkah pemindahan sebagian penduduk dan dilanjutkan dengan pembangunan gereja serta pendirian Jemaat Kristen Protestan sebagai bagian dari GMIST (Gereja Masehi Injili Sangihe dan Talaud) merupakan hal yang berguna bagi status Pulau Miangas. Karena ini dianggap sebagai tindakan aktif yang menghadirkan institusi gereja di pulau ini. Bahkan tercatat wilayah pelayanan gereja (GMIST) mencakup Filipina bagian selatan. Klaim politis atas Pulau Miangas, Marore dan Marampit Secara geografis, letak Miangas dan beberapa pulau lainnya di Sangihe Talaud seperti Kawio, Marampit dan Marore memang jauh dari pusat pemerintahan RI dan lebih dekat dengan Filipina. Karena itu, tak mengherankan jika penduduk Miangas lebih intens berhubungan dengan masyarakat Filipina. Apalagi sebagian kebutuhan masyarakat didatangkan dari Filipina.
Pada dekade 1960 hingga 1970-an, hubungan antara Miangas dan Filipina semakin intens seiring dengan adanya kesepakatan tentang batas antara kedua negara. Ironisnya, intensitas hubungan kedua negara tidak mempengaruhi kesadaran nasional warga kepulauan tersebut. Masyarakat setempat lebih mengenal pejabat Filipina ketimbang Indonesia. Hal ini terungkap ketika pada awal 1970-an sejumlah pejabat pemerintah pusat yang menyertai kunjungan Wakil Presiden Sri Sultan Hamengku Buwono IX ke wilayah perbatasan, melihat potret Presiden Filipina Ferdinand Marcos menghiasi rumah penduduk. Mulai saat itu pula, kehidupan masyarakat perbatasan di Kabupaten Sangihe-Talaud mendapat perhatian lebih dari pemerintah, antara lain dengan membuka jaringan pelayaran perintis ke pulau-pulau terpencil. Betapapun keterpencilan membuahkan penderitaan bagi masyarakat pulau-pulau perbatasan namun mereka tetap merasa sebagai bagian dari bangsa Indonesia, setidaknya dalam pendidikan mereka konsisten berkiblat ke Indonesia. Fenomena ini tentu positif bagi keutuhan bangsa dan negara RI.
Menurut catatan, pada tanggal 4 April 1928 di atas kapal putih Greenphil perundingan antara pemerintah Amerika dan Hindia Belanda telah memutuskan Pulau Miangas termasuk dalam wilayah kepulauan Nusantara Indonesia sebab ciri budayanya sama dengan masyarakat Talaud. Setelah proklamasi Negara Kesatuan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus secara tegas dinyatakan bahwa NKRI adalah dari Pulau Sabang sampai Merauke dan dari Pulau Miangas sampai Timur-Kupang. Hal itu lebih dipertegas lagi dengan diresmikannya tugu perbatasan antara Indonesia dengan Filipina pada tahun 1955 di Pulau Miangas, dimana Miangas tetap berada dalam wilayah Indonesia. (http://miangas.multiply.com/journal/item/97/Konflik_Perbatasan_di_Wilayah_Perariran_NKRI, 8 Maret 2011, 15.30)
E.     Strategi Pemerintah Indonesia mempertahankan Pulau Miangas
Berdasarkan pertimbangan di atas maka pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar. Adapun prinsip pengelolaan pulau-pulau kecil terluar adalah, wawasan nusantara, berkelanjutan dan berbasis masyarakat. (Widiyanta, Danar.2007.Upaya Mempertahankan dan Memberdayakan Pulau-pulau Terluar di Indonesia Pasca Lepasnya Sipadan dan Ligitan(2002-2007), halaman 10)
Dalam rangka memberdayakan pulau-pulau terluar Indonesia, pemerintah telah mengambil langkah-langkah taktis meliputi tiga aspek yaitu aspek kelembagaan, aspek yuridis dan aspek program. Untuk menangani masalah-masalah perbatasan umumnya dan pulau-pulau terluar khususnya agar lebih efektif dan optimal pemerintah telah membentuk Tim Koordinasi Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar. Tim Koordinasi mempunyai tugas untuk mengkoordinasikan dan merekomendasikan penetapan rencana dan pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. Tim Juga bertugas melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan pulau-pulau kecil terluar. (Widiyanta, Danar.2007.Upaya Mempertahankan dan Memberdayakan Pulau-pulau Terluar di Indonesia Pasca Lepasnya Sipadan dan Ligitan(2002-2007), halaman 13)
Menanggapi gencarnya ungkapan kekhawatiran masyarakat, beberapa instansi pemerintah terkait berupaya meredam kemungkinan meluasnya dampak berlebihan tersebut dan meyakinkan masyarakat bahwa “effective occupation”telah dilakukan di Pulau Miangas. Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Agustadi Sasongko menyatakan bahwa TNI telah melakukan beberapa pembangunan pos dan fasilitas pengamanan di Pulau Miangas. Sementara itu, Direktorat Jenderal Kelautan Pesisir dan Pulau-pulau Kecil telah mengupayakan pengembangan infrastruktur pulau tersebut, seperti pembangunan lapangan terbang, dan mengupayakan pelayaran yang dilakukan oleh PT. Pelni secara rutin.
Gencarnya pembangunan infrastruktur di pulau tersebut dan penegasan kepemilikan Indonesia atas Pulau Miangas ditenggarai oleh kekhawatiran akan kehilangan satu lagi pulau dalam gugusan kepulauan nusantara ke tangan negara lain. Tampaknya trauma Sipadan Ligitan cukup membuat semua pihak merasa berkepentingan dalam mempertahankan pulau Miangas ini. (Opini Juris vol 1 Oktober 2009, halaman 12)
BAB III
KESIMPULAN DAN SOLUSI
A.    Kesimpulan
1.      Latar belakang terjadinya konflik Indonesia dengan Filipina mengenai pulau Miangas yaitu dalam beberapa kesempatan perundingan bilateral Indonesia-Filipina sering muncul argumentasi yang mempertanyakan kembali status Pulau Miangas. Filipina masih menggunakan dalil bahwa La Palmas, masuk dalam posisi kotak berdasarkan Traktat Paris 1898 dan hal ini dikuatkan dengan ditemukannya Pardao (tugu peringatan) pendaratan Magelhaens di pulu pada tahun 1512.
2.      Strategi yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam mempertahankan pulau Miangas antara lain pemerintah telah menetapkan Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, pemerintah telah mengambil langkah-langkah taktis meliputi tiga aspek yaitu aspek kelembagaan, aspek yuridis dan aspek program. Untuk menangani masalah-masalah perbatasan umumnya dan pulau-pulau terluar khususnya agar lebih efektif dan optimal pemerintah telah membentuk Tim Koordinasi Pengelolaan Pulau-pulau Kecil Terluar dalam rangka memberdayakan pulau-pulau terluar Indonesia, pemerintah juga telah melakukan beberapa pembangunan pos dan fasilitas pengamanan di Pulau Miangas, serta telah mengupayakan pembangunan infratrukstrur di pulau tersebut.
3.      Pulau Miangas adalah milik Indonesia didukung dengan bukti bahwa berdasarkan letak geografis, posisi Pulau Miangas berada di 5° 34' 02'' Lintang Utara dan 126° 34' 54'' Bujur Timur terdapat pada TD No. 056 dan TR No. 056, telah terdaftar di Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai pulau terluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan merupakan milik sah Pemerintah Republik Indonesia, serta berdasarkan Protokol Perjanjian Ekstradisi Indonesia-Filipina mengenai Definisi Wilayah Indonesia pada tanggal 10 Februari 1976 tersebut menegaskan bahwa “Indonesia adalah pemilik tunggal dari pulau yang dikenal dengan nama Pulau Miangas atau Las Palmas sebagai hasil putusan Mahkamah Arbitrase Internasional pada tanggal 4 April 1928”, serta dikuatkan dengan argumentasi historis-politis dan administratif.
B.     Solusi
Pemerintah Indonesia perlu menegaskan dan merealisasikan komitmen untuk mempercepat pengembangan pulau-pulau terluarnya secara komprehensif, melalui berbagai pembangunan fisik dan non fisik, perbaikan infrastruktur dan mennjadikan pulau-pulau terluar sebagai beranda nusantara. Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam memberikan jaminan kehidupan yang lebih baik kepada penduduk Miangas, akan semakin menegaskan dan mengokohkan klaim atau okupasi kedaulatan negara Indonesia atas Pulau Miangas.

1 comment: